Seperti tugas lainnya, daripada nyawang di laptop mending di aplot hehe. Karena ini tugas, jadi bahasanya rada formal gitu gapapa ya haha. Yaudah langsung aja.
Saya lahir di keluarga yang mayoritas beragama Islam. Bagi saya,
hal tersebut adalah hal yang menguntungkan. Jelas saja, karena dengan latar
belakang keluarga saya yang Islami, saya bisa lebih mudah menjauhi larangan Nya
dan mematuhi perintah Nya.
Sejak kecil, saya dididik dengan dasar – dasar agama. Keluarga
besar saya berada di lingkungan Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien. Berawal
dari pakde saya yang datang ke pondok itu. Lalu pakde saya pun mengajak satu
demi satu anggota keluarga saya untuk menuntut ilmu di pondok itu. hari demi
hari dilalui keluarga saya sambil menuntut ilmu di pondok itu. bertambahlah
ilmu agama keluarga saya.
Sejak Taman Kanak – Kanak, saya sudah mulai dikenalkan dengan dunia
agama. Ibu saya menyekolahkan saya di TK
ABA. TK itu adalah TK yang bernuansa Islami. Tentunya, karena nuansanya yang
Islami, mulailah terbangun dasar – dasar agama di diri saya. Di jenjang ini,
saya banyak diajari doa – doa dasar seperti doa makan, doa tidur, doa bangun
tidur, doa bepergian, doa sebelum belajar, dan banyak lagi doa – doa dasar yang
dipelajari pada jenjang ini untuk diterapkan dalam kehidupan sehari – hari.
Setelah menyelesaikan jenjang Taman Kanak – Kanak, saya melanjutkan
sekolah saya di salah satu sekolah swasta yang bernuansa islami pula. Orangtua
saya menyekolahkan saya di SD Muhammadiyah Kadisoka.
Karena sekolah ini bernuansa
islami, tentunya murid – murid perempuan di sekolah ini diwajibkan untuk
mengenakan jilbab. Di sekolah ini, kami sudah diajarkan untuk sholat dhuha
sejak kelas 1 SD. Kami juga diminta menghapal surat – surat pendek setiap minggunya.
Dengan rutinitas seperti itu, saya menjadi terbiasa melakukan sholat dhuha,
menjadi hapal beberapa surat, serta lumayan terbiasa mengenakan jilbab.
Ada juga ekstrakurikuler seperti Qiro’ah, Hisbul Wathon, Tapak
Suci, dan lain – lain yang menambah pengalaman beragama saya saat jenjang SD.
Ditambah lagi pelajaran yang tidak biasa diajarkan di SD lain, yaitu pelajaran
bahasa Arab. Jadi, saya lumayan mengerti bahasa Arab yang menjadi bahasa
kebanyakan Negara Islam.
Selanjutnya, saya melanjutkan sekolah saya di salah satu Madrasah
Tsanawiyah, yaitu Madrasah Tsanawiyah Raudhatul Muttaqien. Sebenarnya, ketika
tahu teman – teman saya melanjutkan di sekolah umum yang favorit, saya pun
tergiur. Tetapi karena tekad orangtua saya untuk menyekolahkan saya di Madrasah
Tsanawiyah, akhirnya saya pun bersekolah di sana. Orangtua saya bertekad untuk
menyekolahkan saya di Madrasah Tsanawiyah karena mereka ingin saya lebih
mengenal lebih dalam akan ajaran agama Islam. Sehingga saya tidak mudah
terjerumus kepada hal – hal yang buruk.
Di Madrasah Tsanawiyah ini, saya mempelajari banyak pelajaran
Islam, yang tentunya tidak mungkin saya dapatkan di sekolah umum. Semisal
Fiqih, Akidah dan Akhlak, al – Qur’an dan al – Hadits, Sejarah dan kebudayaan
islam, Bahasa Arab, dan banyak lainnya. Pelajaran – pelajaran tersebut tentunya
tidak ada di sekolah umum. Di sekolah umum, pelajaran – pelajaran tersebut
dikaji dalam satu pelajaran, yaitu PendidikanAgama Islam.
Di tambah lagi, ada juga pelajaran – pelajaran tambahan yang
membuat wawasan agama saya lebih luas lagi. Ada pelajaran – pelajaran seperti
Shorof, Muhadharah ( berbicara di depan orang menggunakan bahasa arab ),
hapalan surat – surat, dan masih banyak lagi.
Selain itu, setiap malam Jum’at kami melakukan sholat Mujahadah.
Sehabis sholat Isya’, ada serangkaian Sholat selayaknya Sholat malam yaitu
terdiri dari Sholat Taubat dan Sholat Hajad. Sholat Taubat adalah Sholat untuk
memohon pengampunan. Di sujud terakhir, kita perlu membaca Istighfar sebanyak –
banyaknya. Kemudian dilanjutkan Sholat Hajad guna memohon permintaan untuk
dikabulkan. Kita bisa mengajukan banyak do’a kepada Allah SWT khususnya ketika
sujud terakhir, karena pada sujud terakhir, do’a kita akan lebih mudah
dikabulkan. Setelah itu, kita berdoa bersama – sama dan berdzikir bersama –
sama dengan panduan bacaan – bacaan do’a yang telah disusun sedemikian rupa
oleh pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien.hal tersebut dilakukan
secara rutin oleh keluarga besar Pondok pesantren Raudhatul Muttaqien.
Banyaknya wawasan agama yang saya terima di jenjang ini, membuat
saya menjadi orang yang lumayan mengerti soal agama. Walaupun begitu, di umur
saya yang masih labil, saya masih belum mengenakan jilbab dengan sempurna.
Sempurna di sini dimaksudkan bahwa saya belum selalu mengenakan jilbab. Tetapi
setidaknya saya sudah lumayan sering mengenakan jilbab.
Hari demi hari saya lewati. Saya tumbuh sebagai seorang remaja yang
masih labil. Di umur saya yang menginjak 15 tahun, banyak sekali rasa ingin
tahu saya yang menggebu – gebu. Banyak hal – hal yang membuat saya penasaran
dan ingin mencoba hal – hal baru tersebut. Saya ingin lebih banyak lagi
menjelajahi tempat – tempat baru yang tidak pernah saya kunjungi sebelumnya.
Saya ingin merasakan hal – hal yang teman saya lakukan. Saya ingin menjadi
seperti kebanyakan remaja. Saya pun memiliki niat untuk melanjutkan sekolah
saya di sekolah yang umum, yang tidak bernuansa Islami. Saya ingin tahu
bagaimana rasanya sekolah di sekolah yang umum, yang memiliki banyak teman yang
bahkan tidak seagama dengan saya.
Akhirnya saya pun memberanikan diri untuk bicara dengan ibu saya.
Banyak sekali alasan yang saya beri agar ibu saya mengijinkan saya sekolah di
sekolah umum.saya mengatakan bahwa saya ingin sekali – kali merasakan sekolah
di sekolah umum. Saya juga butuh bergaul dengan teman yang tidak seagama dengan
saya. Saya butuh lebih banyak pengalaman lagi mengenai toleransi beragama. Karena bagaimanapun, kita hidup di
dunia ini tidak hanya dengan orang yang seagama dengan kita. Kita juga perlu belajar
mengenai toleransi beragama.
Alasan – alasan tersebut pun disambut baik oleh ibu saya. Ibu saya
pun akhirnya mengijinkan saya untuk bersekolah di sekolah umum. Dengan syarta
bahwa saya tidak boleh menjadi lebih buruk dari sekarang. Saya tidak boleh
mudah terjerumus ke hal – hal yang tidak baik. Saya harus tetap melaksanakan
rutinitas yang biasa saya lakukan ketika di pondok. Akhirnya saya pun
menyanggupi.
Saya melanjutkan sekolah saya di SMAN 1 Depok. Ini adalah kali
pertama saya sekolah di sekolah umum. Banyak sekali karakter teman saya yang
tentunya jauh berbeda dengan teman – teman saya sebelumnya ketika di TK, SD,
maupun MTs. Saya bertemu dengan teman – teman yang memiliki agama berbeda
dengan saya pula. Di sinilah saya mulai mengenal toleransi beragama.
Dimulai ketika saya menduduki kelas XC. Saya memiliki teman
sebangku bernama Elysabeth Resa. Dia beragama kristen. Karena dia teman
sebangku saya, saya pun menjadi lebih sering bermain dengan dia. Saya juga
lebih dekat dengannya dibanding teman – teman kelas saya yang lain. Dia
mengucapkan selamat kepada saya saat hari besar Islam. Begitu pula saya, saya
berkeyakinan bahwa tidak apa – apa jika saya mengucapkan selamat kepadanya di
hari besar agamanya. Karena menurut saya, hal tersebut adalah bagian dari
toleransi agama.
Lalu ketika kelas XI dan XII, ada pengajian kelas rutin dilakukan.
Karena toleransi agama, teman saya yang beragama selain agama Islam pun tetap
bisa ikut. Untuk menghormati pengajian, teman perempuan saya bernama Yunita, ia
beragama Hindu, ia pun mengenakan jilbab saat mengahdiri pengajian kelas
tersebut.
Itu adalah salah satu perbedaan signifikan sekolah umum dengan
sekolah bernuansa islami. Selain teman – teman yang berbeda, ada lagi pelajaran
yang berbeda. Di sekolah umum, saya mempelajar lebih banyak pelajaran umum
dibandingkan pelajaran agama. Seperti yang telah saya ungkapkan sebelumnya,
bahwa di sekolah umum pelajaran – pelajaran agama dirangkum menjadi satu kajian
pelajaran yaitu Pendidikan Agama Islam. Ditambah lagi, pelajaran itu hanya
dikaji selama dua jam mata pelajaran untuk satu minggunya.
Selain itu, ada juga lingkungan yang berbeda dari sekolah umum
dengan sekolah islami. Saya memang belum sempurna mengenakan jilbab. Saya
terkadang masih melepas jilbab saya ketika MTs, walaupun hanya sebentar.
Tetapi, ketika jenjang SMA, lingkungan membuat saya semakin berubah. Saya
semakin sering tidak mengenakan jilbab. Saya mengenakan jilbab ketika
berseragam sekolah saja. Bahkan ketika seragam olahraga, saya tidak mengenakan
jilbab. Ketika main pun, saya yang biasanya lebih sering mengenakan jilbab
menjadi lebih jarang mengenakan jilbab. Karena bagaimanapun, lingkungan memang
akan membangun sikap kita sesuai lingkungan yang ada di sekitar kita.
Saya tahu itu adalah hal yang salah. Seharusnya saya lebih bisa menahan
diri untuk tetap mengenakan jilbab. Karena untuk seorang Muslimah, meutup aurat
adalah wajib hukumnya. Saya pun akhirnya bertekad untuk selalu mengenakan
jilbab ketika saya menginjak bangku kuliah.
Itulah perbedaan yang teramat kontras antara sekolah umum dengan
sekolah islami. Perbedaan akan selalu ada di dunia. Perbedaan juga adalah
anugerah dari Allah. Perbedaan tidak selalu berakhir buruk. Tergantung kita
menyikapi perbedaan tersebut. Perbedaan bisa membuat kita belajar menjadi lebih
baik. Atau malah perbedaan bisa juga mempengaruhi kita menjadi lebih buruk.
No comments:
Post a Comment