Wednesday, August 3, 2016

Proses Kehidupan Beragama -- Perbedaan Wawasan Beragama Maupun Lingkungan Beragama di Sekolah Umum dan di Sekolah Bernuansa Islami

Seperti tugas lainnya, daripada nyawang di laptop mending di aplot hehe. Karena ini tugas, jadi bahasanya rada formal gitu gapapa ya haha. Yaudah langsung aja.

Saya lahir di keluarga yang mayoritas beragama Islam. Bagi saya, hal tersebut adalah hal yang menguntungkan. Jelas saja, karena dengan latar belakang keluarga saya yang Islami, saya bisa lebih mudah menjauhi larangan Nya dan mematuhi perintah Nya.
Sejak kecil, saya dididik dengan dasar – dasar agama. Keluarga besar saya berada di lingkungan Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien. Berawal dari pakde saya yang datang ke pondok itu. Lalu pakde saya pun mengajak satu demi satu anggota keluarga saya untuk menuntut ilmu di pondok itu. hari demi hari dilalui keluarga saya sambil menuntut ilmu di pondok itu. bertambahlah ilmu agama keluarga saya.
Sejak Taman Kanak – Kanak, saya sudah mulai dikenalkan dengan dunia agama. Ibu saya menyekolahkan  saya di TK ABA. TK itu adalah TK yang bernuansa Islami. Tentunya, karena nuansanya yang Islami, mulailah terbangun dasar – dasar agama di diri saya. Di jenjang ini, saya banyak diajari doa – doa dasar seperti doa makan, doa tidur, doa bangun tidur, doa bepergian, doa sebelum belajar, dan banyak lagi doa – doa dasar yang dipelajari pada jenjang ini untuk diterapkan dalam kehidupan sehari – hari.
Setelah menyelesaikan jenjang Taman Kanak – Kanak, saya melanjutkan sekolah saya di salah satu sekolah swasta yang bernuansa islami pula. Orangtua saya menyekolahkan saya di SD Muhammadiyah Kadisoka.
 Karena sekolah ini bernuansa islami, tentunya murid – murid perempuan di sekolah ini diwajibkan untuk mengenakan jilbab. Di sekolah ini, kami sudah diajarkan untuk sholat dhuha sejak kelas 1 SD. Kami juga diminta menghapal surat – surat pendek setiap minggunya. Dengan rutinitas seperti itu, saya menjadi terbiasa melakukan sholat dhuha, menjadi hapal beberapa surat, serta lumayan terbiasa mengenakan jilbab.
Ada juga ekstrakurikuler seperti Qiro’ah, Hisbul Wathon, Tapak Suci, dan lain – lain yang menambah pengalaman beragama saya saat jenjang SD. Ditambah lagi pelajaran yang tidak biasa diajarkan di SD lain, yaitu pelajaran bahasa Arab. Jadi, saya lumayan mengerti bahasa Arab yang menjadi bahasa kebanyakan Negara Islam.
Selanjutnya, saya melanjutkan sekolah saya di salah satu Madrasah Tsanawiyah, yaitu Madrasah Tsanawiyah Raudhatul Muttaqien. Sebenarnya, ketika tahu teman – teman saya melanjutkan di sekolah umum yang favorit, saya pun tergiur. Tetapi karena tekad orangtua saya untuk menyekolahkan saya di Madrasah Tsanawiyah, akhirnya saya pun bersekolah di sana. Orangtua saya bertekad untuk menyekolahkan saya di Madrasah Tsanawiyah karena mereka ingin saya lebih mengenal lebih dalam akan ajaran agama Islam. Sehingga saya tidak mudah terjerumus kepada hal – hal yang buruk.
Di Madrasah Tsanawiyah ini, saya mempelajari banyak pelajaran Islam, yang tentunya tidak mungkin saya dapatkan di sekolah umum. Semisal Fiqih, Akidah dan Akhlak, al – Qur’an dan al – Hadits, Sejarah dan kebudayaan islam, Bahasa Arab, dan banyak lainnya. Pelajaran – pelajaran tersebut tentunya tidak ada di sekolah umum. Di sekolah umum, pelajaran – pelajaran tersebut dikaji dalam satu pelajaran, yaitu PendidikanAgama Islam.
Di tambah lagi, ada juga pelajaran – pelajaran tambahan yang membuat wawasan agama saya lebih luas lagi. Ada pelajaran – pelajaran seperti Shorof, Muhadharah ( berbicara di depan orang menggunakan bahasa arab ), hapalan surat – surat, dan masih banyak lagi.
Selain itu, setiap malam Jum’at kami melakukan sholat Mujahadah. Sehabis sholat Isya’, ada serangkaian Sholat selayaknya Sholat malam yaitu terdiri dari Sholat Taubat dan Sholat Hajad. Sholat Taubat adalah Sholat untuk memohon pengampunan. Di sujud terakhir, kita perlu membaca Istighfar sebanyak – banyaknya. Kemudian dilanjutkan Sholat Hajad guna memohon permintaan untuk dikabulkan. Kita bisa mengajukan banyak do’a kepada Allah SWT khususnya ketika sujud terakhir, karena pada sujud terakhir, do’a kita akan lebih mudah dikabulkan. Setelah itu, kita berdoa bersama – sama dan berdzikir bersama – sama dengan panduan bacaan – bacaan do’a yang telah disusun sedemikian rupa oleh pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien.hal tersebut dilakukan secara rutin oleh keluarga besar Pondok pesantren Raudhatul Muttaqien.
Banyaknya wawasan agama yang saya terima di jenjang ini, membuat saya menjadi orang yang lumayan mengerti soal agama. Walaupun begitu, di umur saya yang masih labil, saya masih belum mengenakan jilbab dengan sempurna. Sempurna di sini dimaksudkan bahwa saya belum selalu mengenakan jilbab. Tetapi setidaknya saya sudah lumayan sering mengenakan jilbab.
Hari demi hari saya lewati. Saya tumbuh sebagai seorang remaja yang masih labil. Di umur saya yang menginjak 15 tahun, banyak sekali rasa ingin tahu saya yang menggebu – gebu. Banyak hal – hal yang membuat saya penasaran dan ingin mencoba hal – hal baru tersebut. Saya ingin lebih banyak lagi menjelajahi tempat – tempat baru yang tidak pernah saya kunjungi sebelumnya. Saya ingin merasakan hal – hal yang teman saya lakukan. Saya ingin menjadi seperti kebanyakan remaja. Saya pun memiliki niat untuk melanjutkan sekolah saya di sekolah yang umum, yang tidak bernuansa Islami. Saya ingin tahu bagaimana rasanya sekolah di sekolah yang umum, yang memiliki banyak teman yang bahkan tidak seagama dengan saya.
Akhirnya saya pun memberanikan diri untuk bicara dengan ibu saya. Banyak sekali alasan yang saya beri agar ibu saya mengijinkan saya sekolah di sekolah umum.saya mengatakan bahwa saya ingin sekali – kali merasakan sekolah di sekolah umum. Saya juga butuh bergaul dengan teman yang tidak seagama dengan saya. Saya butuh lebih banyak pengalaman lagi mengenai toleransi  beragama. Karena bagaimanapun, kita hidup di dunia ini tidak hanya dengan orang yang seagama dengan kita. Kita juga perlu belajar mengenai toleransi beragama.
Alasan – alasan tersebut pun disambut baik oleh ibu saya. Ibu saya pun akhirnya mengijinkan saya untuk bersekolah di sekolah umum. Dengan syarta bahwa saya tidak boleh menjadi lebih buruk dari sekarang. Saya tidak boleh mudah terjerumus ke hal – hal yang tidak baik. Saya harus tetap melaksanakan rutinitas yang biasa saya lakukan ketika di pondok. Akhirnya saya pun menyanggupi.
Saya melanjutkan sekolah saya di SMAN 1 Depok. Ini adalah kali pertama saya sekolah di sekolah umum. Banyak sekali karakter teman saya yang tentunya jauh berbeda dengan teman – teman saya sebelumnya ketika di TK, SD, maupun MTs. Saya bertemu dengan teman – teman yang memiliki agama berbeda dengan saya pula. Di sinilah saya mulai mengenal toleransi beragama.
Dimulai ketika saya menduduki kelas XC. Saya memiliki teman sebangku bernama Elysabeth Resa. Dia beragama kristen. Karena dia teman sebangku saya, saya pun menjadi lebih sering bermain dengan dia. Saya juga lebih dekat dengannya dibanding teman – teman kelas saya yang lain. Dia mengucapkan selamat kepada saya saat hari besar Islam. Begitu pula saya, saya berkeyakinan bahwa tidak apa – apa jika saya mengucapkan selamat kepadanya di hari besar agamanya. Karena menurut saya, hal tersebut adalah bagian dari toleransi agama.
Lalu ketika kelas XI dan XII, ada pengajian kelas rutin dilakukan. Karena toleransi agama, teman saya yang beragama selain agama Islam pun tetap bisa ikut. Untuk menghormati pengajian, teman perempuan saya bernama Yunita, ia beragama Hindu, ia pun mengenakan jilbab saat mengahdiri pengajian kelas tersebut.
Itu adalah salah satu perbedaan signifikan sekolah umum dengan sekolah bernuansa islami. Selain teman – teman yang berbeda, ada lagi pelajaran yang berbeda. Di sekolah umum, saya mempelajar lebih banyak pelajaran umum dibandingkan pelajaran agama. Seperti yang telah saya ungkapkan sebelumnya, bahwa di sekolah umum pelajaran – pelajaran agama dirangkum menjadi satu kajian pelajaran yaitu Pendidikan Agama Islam. Ditambah lagi, pelajaran itu hanya dikaji selama dua jam mata pelajaran untuk satu minggunya.
Selain itu, ada juga lingkungan yang berbeda dari sekolah umum dengan sekolah islami. Saya memang belum sempurna mengenakan jilbab. Saya terkadang masih melepas jilbab saya ketika MTs, walaupun hanya sebentar. Tetapi, ketika jenjang SMA, lingkungan membuat saya semakin berubah. Saya semakin sering tidak mengenakan jilbab. Saya mengenakan jilbab ketika berseragam sekolah saja. Bahkan ketika seragam olahraga, saya tidak mengenakan jilbab. Ketika main pun, saya yang biasanya lebih sering mengenakan jilbab menjadi lebih jarang mengenakan jilbab. Karena bagaimanapun, lingkungan memang akan membangun sikap kita sesuai lingkungan yang ada di sekitar kita.
Saya tahu itu adalah hal yang salah. Seharusnya saya lebih bisa menahan diri untuk tetap mengenakan jilbab. Karena untuk seorang Muslimah, meutup aurat adalah wajib hukumnya. Saya pun akhirnya bertekad untuk selalu mengenakan jilbab ketika saya menginjak bangku kuliah.

Itulah perbedaan yang teramat kontras antara sekolah umum dengan sekolah islami. Perbedaan akan selalu ada di dunia. Perbedaan juga adalah anugerah dari Allah. Perbedaan tidak selalu berakhir buruk. Tergantung kita menyikapi perbedaan tersebut. Perbedaan bisa membuat kita belajar menjadi lebih baik. Atau malah perbedaan bisa juga mempengaruhi kita menjadi lebih buruk. 

No comments: