Thursday, August 4, 2016

Awas ! Carding Mengancam


Cybercrime atau jika disebut dalam bahasa Indonesia adalah kejahatan internet. Banyak sekali jenis cybercrime yang muncul. Di era digital saat ini, semakin banyak bermunculkan kejahatan yang dilakukan melalui internet. Orang semakin kreatif, namun kreativitas mereka ini disalahgunakan dalam melakukan tindak kejahatan. Portal internet yang memungkinkan semua orang mengaksesnya, membuat banyak orang bisa menyalahgunakannya.
Cybercrime sendiri merupakan bentuk kejahatan atau kriminalitas baru melalui media internet. Setiap aktivitas kejahatan di dunia internet biasa disebut cybercrime. Teknologi semakin hari semakin maju, semakin canggih. Hal ini membuat ragam jenis cybercrime semakin banyak. Salah satu contoh Cybercrime adalah penyadapan dan oenyalahgunaan informasi atau data yang berbentuk elektronik, maupun yang ditransfer secara elektronik, penipuan di internet, pengerusakan webseite, penyalahgunaan anak sebagai objek yang melawan hukum, perjudian melalu internet, pornografi, pengerusakan sistem dengan virus, trojan horse, signal grounding, dan masih banyak lagi macam cybercrime.
Seperti yang telah disebutkan di atas, jenis cybercrime ada banyak. Jenis cybercrime yang paling berbahaya dan seing ditemui adalah hacking, cracking, phising, carding, pemerasan internet, spamming, pornografi, cyber terorism, dan juga malware. Hacking adalah pengeksploitasian pengaturan keamanan sebuah komputer pada jaringan komputer. Cracking adalah jenis dari hackingnamun tujuannya untuk kejahatan. Phising adalah penipuan dengan bertindak sebagai entitas resmi untuk memperoleh informasi penting mengenai keuangan pribadi melalu internet. Pemerasan intenet adalah pemerasan yang dilakukan melalui internet dengan mengancam dan mengeksploitasi untuk membayar sejumlah uang. Spamming adalah melakukan pengiriman berita atau iklan yang tidak diinginkan melalu e-mail . Cyber terorism adalah tindakan meretas sistem  keamanan nasional atau internasional untuk memperoleh informasi rahasia. Malware adalah progam sebuah komputer untuk mengetahui kelemahan suatu  software. Sedangkan carding adalah penipuan transaksi keuangan dengan data kartu kedit atau debet orang lain yang diperoleh secara ilegal.
Selanjutnya carding akan dibahas lebih lanjut di sini. Carding biasa dilakukan dengan mencuri data melalu internet. Pelaku  carding disebut carder. Sebutan lain untuk istilah carding adalah cyberfroud yaitu penipuan di dunia maya. Lebih jelasnya lagi carding adalah benuk pencurian informasi kartu kredit orang lain yang kemudian informasi tersebut disalahgunakan untuk mencairkan nominal saldo di kartu kedit tersebut dan melakukan transaksi belanja online melalui internet.
Ada dua jenis model pencurian informasi kartu kredit, yaitu card present dan card non –present. Card present merupakan pencurian informasi kartu kredit menggunakan card skimmer pada saat kartu kredit digesek melalui mesin EDC (Electronic Data Capture) . Jadi, dalam melakukan card present ini dibutuhkan fisik kartu kredit itu secara langsung.
Sedangkan, card non-present adalah pencurian informasi kartu kredit tanpa perlu fisik kartu kredit secara langsung, namun dapat dilakukan melalui intenet atau telepon. Hal ini lah yang merupakan cybercrime. Karena seseorang dapat mencuri informasi kartu kredit orang lain hanya melalu internet saja. Pelaku tidak perlu menggunakan alat khusus untuk melakukan carding seperti ini. Teknik yang digunakan adalah phising dan hacking. Karena carding dilakukan melalui internet, maka pelaku carding dapat melakukan carding di wilayah yuridiksi mana saja. Hal ini membuat carding menjadi salah satu cybercrime yang sering ditemukan. Menurut riset Clear Commerce Inc, perusahaan teknologi informasi di Texas, Indonesia merupakan negara dengan carder terbanyak kedua setalah negara Ukraina. Sehingga hal ini membuat beberapa situs belanja online memblokir IP asal Indonesia.
Semakin canggih teknologi masa kini, membuat fenomena carding merajalela. Online Shop dalam melakukan transaksi jual-beli sepenuhnya melalui internet. Transaksi jual-beli yang dilakukan online ini tentunya memiliki dampak positif dan negatifnya. Dampak positifnya yaitu adalah kemudahan yang diterima dalam melakukan transaksi jual-beli online  ini, namun dampak negatifnya, online shop akan menjadi sasaran empuk bagi para carder. Bahkan mahasiswapun bisa melakukan tindak carding ini.
Ini merupakan fenomena yang ironis. Mahasiswa adalah orang yang menuntut ilmu di lingkungan akademik. Namun ada beberapa kelompok mahasiswa yang menyalahgunakan ilmu pengetahuannya. Berawal dari rasa ingin tahu, berlanjut dengan coba-coba, kemudian menjadi terbiasa. Mahasiswa-mahasiswa ini belajar sendiri mengenai carding, kemudian mempraktekkannya sendiri. Jika sudah ketagihan, terbentuklah kebiasaan. Kelompok mahasiswa yang melakukan tindak carding ini, saling berbagi informasi mengenai carding, namun dalam melakukan tindak carding, mereka cenderung individual.
Mahasiswa-mahasiswa carder ini dalam melakukan tindak carding memiliki dua motif. Yaitu hasil dari tindak carding dijual kembali atau digunakan sendiri. Biasanya mereka melakukan carding dengan cara mencuri data kartu kredit milik orang lain dan dibelanjakan di online shop di luar negeri. Barang yang dibelanjakan merupakan item fashion di luar negeri yang mahal jika dijual kembali di Indonesia. Namun ada juga carder yang melakukan keduanya, sebagian hasil carding dijual kembali, sebagian digunakan sendiri.
Mahasiswa-mahasiswa pelaku carder ini melakukan pertukaran informasi nomor kartu kredit melalui aplikasi mIRC. Bayangkan saja, hanya dengan aplikasi sederhana yaitu mIRC,mereka dapat bertukar informasi penting yaitu nomor kartu kredit. Kemudian dengan nomor kartu kredit yang sudah tersebar, mereka dapat melakukan aktivitas carding dengan mudah hanya dengan modal internet.
Secara tidak langsung, para mahasiswa carder ini telah membentuk sebuah organisasi. Menurut Mary Jo Hatch, ada 4 perkembangan perspektif teori organisasi. Salah satunya asumsi perspektif organisasi modern yang menyebutkan bahwa organisasi sebagai sebuah jaringan sistem yang terdiri dari setidak-tidaknya 2 orang atau lebih dengan kesalingtergantungan, input, proses, dan output. Menurut pandangan ini, orang-orang (komunikator) bekerjasama dalam sebuah sistem untuk menghasilkan suatu produk dengan menggunakan energi, informasi dan bahan-bahan dari lingkungan (http://muwafikcenter.lecture.ub.ac.id/2014/04/teori-organisasi-dan-komunikasi-organisasi/, diakses tanggal 20 Mei 2016).
Sesuai dengan teori tersebut, para mahasiswa carder ini saling bergantung satu sama lain. Karena terjadi pertukaran informasi mengenai nomor kartu kredit, jika tidak, mereka tidak bisa melakukan tindak carding karena tidak mendapat informasi nomor kartu kredit. Walaupun dalam tindak carding mereka cenderung lebih individual, namun prakteknya mereka tetap bekerjasama dalam bertukar informasi kartu kredit yang kemudian menghasilkan untuk melakukan tindak carding selanjutnya.
Menurut Stephen W Littlejohn, organisasi adalah sebuah jaringan. Jaringan adalah struktur-struktur sosial yang diciptakan melalui komunikasi di antara individu-individu dan kelompok-kelompok. Dalam kasus ini, itu artinya individu-individu tersebut merupakan para mahasiswa carder. Organisasi dipahami mampu membangun realita sosial. Dalam hal ini, realita sosialnya adalah tindak carding tersebut .
Kemudian pengertian lain mengenai organisasi diartikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari pola aktivitas kerja sama yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang oleh sekelompok orang untuk mencapai tujuan (Gitosudarmo & Sudila, 2000:57). Dalam kasus ini, para Mahasiswa carder melakukan aktivitas kerja sama yaitu bertukar informasi nomor kartu kredit dalam penggunaaan tindak carding. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang untuk mencapai tujuan yang sama yaitu tindak carding.
Selain itu para mahasiswa carder ini juga telah membentuk suatu sistem sosial. Menurut teori sistem sosial Katz & Kahn, kebanyakan dari kita dengan orang lain merupakan tindakan komunikatif (verbal/non verbal, bicara/diam). Komunikasi – pertukaran informasi dan transmisi makna – adalah inti suatu sistem sosial atau suatu organisasi. Dalam hal ini, para Mahasiswa carder yang melakukan pertukaran informasi – yaitu nomor kartu kredit – merupakan inti dari suatu sistem sosial. Itu artinya mereka telah membentuk suatu sistem sosial.
Para mahasiswa carder ini telah membuat sebuah jaringan komunikasi. Ada dua jenis jaringan komunikasi, yaitu formal dan informal. Namun jaringan komunikasi yang dibentuk oleh para Mahasiswa carder ini adalah jaringan komunikasi informal. Jaringan komunikasi informal adalah jenis jaringan dalam struktur organisasi yang sebenarnya tidak diikuti secara resmi keberadaannya oleh manajemen. Jaringan komunikasi ini lebih dikenal dengan desas-desus (grapevine) atau kabar angin (Muhammad, 1995 : 124). Sudah diketahui sebelumnya bahwa tindak carding merupakan tindak ilegal. Tentunya dalam melakukan komunikasipun mereka menggunakan jaringan komunikasi informal. Karena komunikasi mereka tidak resmi keberadaannya. Dan jaringan komunikasi informasi ini cenderung bersifat rahasia mengenai orang dan kejadian yang didapat secara tidak resmi. Begitu pula informasi yang didapat para mahasiswa carder, yaitu nomor kartu kredit yang diperoleh secara ilegal.
Menurut Stephen P. Robbins dalam bukunya, Organization Behaviour: concepts, controversies and applications. Second Edition, Prentice-Hall, inc., Englewood Cliffs, New Jersey, (1983), yang dikutip oleh Rosady Ruslan, (1998:94), bahwa dalam organisasi terdapat lima model jaringan komunikasi. Salah satunya adalah model jaringan bebas (all channel). Dalam model ini, semua memiliki tingkatan hierarki yang sama. Mereka dapat melakukan interaksi timbal balik tanpa melihat siapa tokoh sentralnya. Dalam hal ini semua Mahasiswa carder bebas bertukar informasi tanpa melihat tokoh sentralnya. Mereka memiliki tingkatan hierarki yang sama.
Pada intinya, tindak carding adalah sebuah tindakan kriminal yang berbasis internet. Tindak kriminal yang berbasis internet adalah sebuah bentuk cyber crime. Fenomena carding ini semakin merajalela. Hal ini diakibatkan oleh dampak teknologi yang semakin canggih. Online shop yang merajalela juga menjadi salah satu faktor fenomena carding ini terjadi. Online Shop  sangat rawan menjadi sasaran para carder. Portal internet yang mudah diakses mengakibatkan setiap orang mudah untuk mengaksesnya. Dengan kemudahan akses ini memudahkan para carder semakin mudah dalam melakukan tindakan carding. Tidak terkecuali di lingkungan akademik yaitu lingkungan Mahasiswa. Fenomena carding telah merambah sampai ke dunia mahasiswa.
Mahasiswa seharusnya menuntut ilmu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Namun mereka justru menyalahgunakan ilmu pengetahuan yang mereka punya. Mereka belajar mengenai carding . Teknologi internet bukanlah hal baru bagi para mahasiswa. Hal ini membuat mereka sangat mudah untuk belajar mengenai carding.  Cukup belajar dengan mahasiswa yang telah melakukan carding terlebih dahulu. Mereka melakukan tindak kriminal carding dengan mencuri nomor kartu kredit orang lain. Kemudian nomor kartu kredit tersebut diigunakan untuk berbelanja online untuk keperluan mereka. Entah dijual kembali atau digunakan sendiri, namun keduanya sama-sama merugikan orang lain. Dalam aktivitas mereka melakukan carding, mereka membentuk pola jaringan komunikasi dengan aplikasi mIRC. Secara tidak langsung mereka telah membentuk sebuah komunitas carder yang berisikan pertukaran informasi kartu kredit.
Maka dari itu, kita perlu waspada mengenai tindak carding ini. Kita tidak boleh mudah diperdaya oleh internet. Jangan sembarang memberi informasi kartu kredit ke portal internet. Karena sebenarnya privasi di portal internet merupakan privasi semu. Ada data tersendiri yang selalu merekam segala aktivitas kita saat berselancar di dunia maya. Berhati-hatilah karena carding mengancam.



Daftar Pustaka
Gitosudarmo & Sudita. 2000. Perilaku Keorganisasian, Edisi Pertama. Jogjakarta : Erlangga
Muhammad, Arni. 1995. Komunikasi Organisasi. Jakarta : Bumi Aksara
Ruslan, Rosady. 1998 Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi. Jakarta : PT. 
Raja Grafindo Persada
http://Hukumonline.com
http://Jaringankomputer.org
http://Kejahatanduniacyber.wordpress.com

No comments: